MENJADI
PUSTAKAWAN SEKOLAH ITU
PILIHAN ATAUKAH
TAKDIR?
Sumber Gambar:
http://bit.ly/1X8V1fF
Berpikir untuk
bekerja menjadi pustakawan di suatu sekolahan mungkin jarang yang terlintas di
benak mahasiswa Ilmu Perpustakaan. Mungkin hal ini terlihat pada saat mahasiswa
mengambil mata kuliah pilihan, perpustakaan digitial atau manajemen
perpustakaan sekolah hhhe. Namun, pada saat itu saya memutuskan untuk mengambil
mata kuliah manajemen perpustakaan sekolah dengan alasan untuk mempelajari
terkait perpustakaan digital kita dapat belajar secara otodidak (walaupun
kenyataannya susah juga hohoho).
Singkat
cerita setelah satu semesater mengikuti perkuliahan manajamen perpustakaan
sekolah selama satu semester, hasrat untuk mengamalkan ilmu di perpustakaan
sekolaha pun muncul. Bagaimana tidak, selama perkuliahan kami diajarkan
berbagai hal terkait pelaksanaan perpustakan sekolah, mulai dari manajemennya,
bagaimana cara story telling, English for children, dan mata kuliah
lainnya. Saat itu juga seperti berjanji pada diri sendiri bawasannya setelah sidang,
saya harus beraktifitas dimanapun tempatnya, cuma pada saat itu saya
berharapnya bisa mengamalknan ilmu di perpustakaan sekolah. Yaa, benar saja
November 2014 sebelum wisuda saya diminta untuk menggantikan kakak tingkat saya di SDN Madusari 1.
Sounds Good.
Pada saat
itu saya selama dua bulan pagi hari hingga siang saya beraktifitas di sekolahan
dan siang hingga malamnya saya beraktifitas di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Karena
pada saat itu saya juga masih berstatus mahasiswa parttime di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Luar biasanya rasanya
ketika pertama kali datang dan beraktifitas di perpustakaan sekolah. Satu yang
akan terus berkesan, menjadi pustakawan sekolah itu memang harus multitasking. Bagaimana tidak, kita
dituntut mampu melakukan segala aktifitas. Memimjam istilah Jawa, pustakawan
sekolah itu harus mrantasi. Yaa,
selain kita harus mampu mengerjakan tugas pokok kita, kita juga diharuskan
melakukan kegiatan lainnya, contohnya jadi cleaning
service, kuli angkut (buku), dan lainnya.
Terasa
berat iya, gaji yang minim memang iya, kerjanya kaya kuli (di awal) iya. Namun,
kembali lagi, kita sebagai lulusan ilmu perpustakaan harus memikirkan juga
bagaimanan nasib peprustakaan sekolah. Apalagi perpustakaan SD, dimana SD
menjadi tempat pendidikan yang paling dasar. Bantuan fisik banyak diberikan,
namun tidak berbanding lurus dengan SDM yang ada. Kembali lagi ke awal, Tri
Dharma Perguruan Tinggi salah satunya manyatakan tentang pengabdian masyarakat. Sudah saatnya
kita (lulusan Ilmu Perpustakaan) mampu mengabdi di masyarakat, di segala
lapisan. Menjadi pustakawan sekolah itu pilihan, bukan merupakan takdir karena
tidak diterima kerja di tempat lain. Beraktifitas menjadi pustakawan sekolah
berarti keilmuwan kita memang benar-benar di uji. Hal ini mungkin terdengar sangat
idealis, namun jika bukan kita (alumni jurusan Ilmu Perpustakaan), siapa lagi
yang akan memperhatikan nasib perpustakaan sekolah?
_Riani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar