Senin, 25 Maret 2013

My Mother is My Heroine_


My Mother is My Heroine
Ibu, 20 tahun yang lalu aku mengenal engkau lewat sentuhan kasih sayang itu. Saat itu juga aku merasakan betapa cintanya engkau kepada anakmu. Tanpa mengenal waktu dan lelah, engkau senantiasa ada untuk diriku. Di malam hari ketika mata ingin dimanjakan untuk tidur, engkau rela bangun ketika mendengar tangis kecilku. Sungguh betapa besar pengorbanan yang telah engkau berikan kepadaku Ibu.
Pada 1997, kembali akau melihat perjuangan engkau untuk adikku. Diambang krisis moneter itu, teringat engkau masih tetap memberikan kasih sayang yang sama terhadap anak keduamu Ibu. Semenjak itu kadang rasa iri muncul pada diriku terhadap adikku sendiri. Tanpa sadar rasa iri yang muncul itu membuat batin Ibu menangis. Terdengar dari panjatan doanya ketika habis sholat. Senantiasa beliau memohon perlindungan atas keluarganya, anaknya, terutama kesabaran dan kekuatan untuk menjadi seorang Ibu.
Kini aku bukanlah anakmu yang kecil dulu Ibu…, kini aku telah dewasa. Benar Ibu, aku dewasa berkat kasih sayang dan pelajaran hidup yang selalu engkau berikan. Selama ini aku selalu merasakan semangat, kerja keras, serta pantang menyerahmu Ibu. Itulah yang secara tidak langsung membuat aku sadar untuk menghargai, Ibu engkau telah berbuat banyak untuk keluargannya, untuk aku. Ketika dalam kondisi mendesakpun selalu ada plan A, plan B, dan plan- plan lain dalam mengatasinya. Luar bisa pelajaran yang dapat dipetik ketika mengingat beliau.
Ibu.. engkaulah cinta dan kasih ku Ibu. Senantiasa kau memberikan cahaya penerang di gelapku Ibu. Senantiasa engkau berikan waktumu untukku dikala sempitmu. Dilelahmu masih saja muncul kesahajaanmu untukku. Tak pernah berhenti engkau mendengar keluh kesahku.
Ibuku… banyak hal yang telah engkau lakukan dan berikan untuk anakmu ini. Hanya ucapan terima kasih yang tak terhenti selalu kuhaturkan untuk engkau Ibu. Karena untuk saat ini dan mungkin nanti hanya itu yang bisa saya ungkapkan. Bila dihitung itu tidak sepadan dengan pengorbananmu. Dengan rendahku Ibu, senantisa kumohonkon restu untuk segala langkahku. Karena ridho engkau akan meringankan segala langkahku disamping ridho-Nya.
…banyak kata yang dapat diucapkan untuk menyebutkan engkau, wanita bersahaja. Ibu, Umi, Mama, Mami, Emak, Mamak, Biyung, Bunda, Simbok, dan entah apalagi untuk mengungkapkannya. Namun satu hal yang perlu diingat, apapun sebutannya mereka tetap wanita hebat yang harus kita hormati. Ingatlah segala pengorbanannya ketika kita ingin membengkangnya.
Teruntuk Ibu yang telah membawa aku kedunia, termakasih untuk segalanya. Kasihmu yang lembut itu selalu menemani suka dukaku. Engkau telah hangatkan hariku dengan cintamu. Engkau sejukkan hati ini dengan sayangmu.
.......... Ibu tak kuasa akuu menulis ini untuk ku haturkan kepada engkau. Banyak salah yang pernah ku perbuat kepadamu Ibu. Namun, inilah aku putrimu yang bangga akan semangatmu, semangat bagaikan pahlawan dalam kebenaran. Sebelum banyak air mata yang menetes, ingin rasanya menyampaikan… Ibu engkaulah cinta dan kasih ku, pengorbananmu sungguh sangat berarti. I love you Mom, you are my heroine:*

Cita dan Asa Laila_


Cita dan Asa Laila
Berada dalam lingkungan keluarga yang serba pas- pasan tak lantas menyurutkan semangat seorang Laila untuk tetap meneruskan kuliah. Diceritakan setelah lulus dari menengah atas, Laila mencoba keberuntungannya, beberapa kali ia mengikuti ujian masuk PT. Jika dibayangkan uang pendaftaran PT saat itu lumayan mahal bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi keuangan keluarga Laila yang orang tuanya hanya pedagang sayur keliling. Berbekal lembaran uang yang dikumpulkan orang tuanya, Laila akhirnya pergi untuk mencoba keberuntungannya. Alhamdulillah, akhirnya Lailapun diterima disalah satu PTN di Kota Gudeg. Luapan bahagia muncul seketika, tetesan air mata mulai membasahi pipi Laila ketika melihat pengumuman siang itu. Bagaimana tidak, anak sulung penjual sayur itu mampu meneruskan kuliahnya.
Perjalanan kuliah Laila terbilang cepat, tepat 3,5 tahun ia menyelesaikan kuliahnya dengan IPK 3,75. Namun, dibalik itu selama 3,5 tahun itu Laila harus berjuang membantu orang tuanya membiayai kuliahnya, mulai dari ia berjualan kue buatannya di kampus, membagi waktunya untuk mengajar di Madrasah Diniyah, hingga membuka jasa penyampulan buku. Uang dari usahanya itu sebagian Laila kumpulkan untuk biaya semesterannya. Maka dari itu sejak awal dinyatakan diterima, ia mentargetkan agar bisa lulus dengan cepat bagaimanapun caranya. Berkat usaha serta keprihatinannya, gadis yang setiap hari berangkat kuliah dengan sepeda ini mampu menyelesaikan kuliahnya.
Hari itu Laila terlihat cantik dengan setelan kebaya coklat milik ibunya, terlihat lebih bermakna ketika kebaya itu dibalut dengan pakaian wisudanya. Tak pernah lepas tangan ibunda Laila yang mulai keriput selalu memegang erat anak gadisnya itu. Beberapa kali beliau menyekakan sapu tangan yang ada di gengamannya ke mata sembabnya. Prosesi demi prosesi wisuda diikuti oleh keluarga pedagang sayur itu. Ketika matahari mulai di atas kepala acara wisuda itu selesai. Namun ketika Laila dan keluarganya akan meninggalkan tempat wisuda, tiba- tiba HP butut Laila berdering. Siapa sangka, siapa duga setelah diangkat ternyata gadis itu mendapat telepon dari salah satu lembaga pemerintahan di Jakarta, bawasannya Laila diterima bekerja di sana sebagai Information Provider. Sontak pasangan penjual sayur itu bersujud sebagai ucapan syukur kepada_Nya.
Inilah sepenggal perjalanan hidup Laila yang penuh dengan liku. Berkat kesabaran, ketabahan, dan keuletannya kini Laila menjadi wanita dewasa yang sedang bertarung di kerasnya dunia kerja. Setiap bulan tak lupa ia selalu mengirimkan separuh dari penghasilannya kepada orang tuanya guna mencukupi kebutuhan dan menyekolahkan adiknya yang pada saat itu masih SMP. Kini orang tuanya telah mampu membuka warung sayur dirumahnya berkat bantuan Laila. Tidak sia- sia dulu orang tuanya bersusah payah bekerja, karena saat ini segala peluhnya terbayar oleh keberhasilan anak sulungnya, … Laila.